Dampak Tarif Trump, GPEI Kaltim Ajak Lepas dari Ketergantungan Batu Bara

Hasrun Jaya, Sekretaris DPD GPEI Kaltim.

Samarinda – Meski Kalimantan Timur bukan mitra dagang utama Amerika Serikat, kebijakan tarif tinggi ala Donald Trump tetap dianggap ancaman. Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Kaltim menilai, gejolak global ini menambah urgensi bagi daerah untuk keluar dari ketergantungan pada batu bara dan migas.

Menurut GPEI Kaltim, langkah Trump dalam mendorong kembali proteksionisme bukan sekadar wacana politik luar negeri, tapi gelombang yang bisa menggoyang stabilitas ekonomi nasional dan daerah.

Sinyal bahaya ini, kata mereka, perlu direspon cepat lewat pembenahan struktur ekonomi yang lebih beragam dan berkelanjutan.

“Walaupun Amerika bukan pasar utama komoditas Kaltim, kebijakan tarif tinggi ala Trump tetap memberi tekanan besar pada Rupiah. Akibatnya, nilai jual barang ekspor kita ikut anjlok. Dampaknya apa? Iklim investasi ke Indonesia jadi makin berat,” ujar Hasrun Jaya, Sekretaris GPEI Kaltim, Rabu (9/4/2025).

Ia menambahkan, tekanan terhadap nilai tukar dapat memicu reaksi berantai. Modal asing bisa keluar dari pasar, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa makin tertekan, dan pada akhirnya sektor ekspor ikut terpukul.

“Investor itu sensitif. Begitu ada risiko global, kepercayaan langsung goyah,” ucapnya.

Sektor yang paling terdampak adalah industri manufaktur. Pasalnya, sebagian besar produsen masih mengandalkan bahan baku impor. Ketika Rupiah melemah, biaya produksi pun melambung. Dalam kondisi seperti itu, produk lokal sulit bersaing, apalagi dengan negara tetangga seperti Malaysia yang kini menawarkan tarif ekspor lebih murah.

“Kalau terus begini, kita bisa kehilangan sebagian besar pasar ekspor. Negara lain yang bisa menawarkan harga lebih murah, seperti Malaysia, akan dengan mudah mengambil alih,” lanjut Hasrun.

Namun, GPEI Kaltim tak sekadar melempar peringatan. Mereka juga menyerukan perlunya reformasi ekonomi di daerah. Menurut Hasrun, Kalimantan Timur memiliki sumber daya lain yang belum tergarap maksimal seperti sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan yang bisa menjadi tumpuan baru perekonomian.

“Sudah saatnya kita mulai serius menggarap sektor di luar migas dan batu bara. Kedua sumber daya itu tidak akan bertahan selamanya. Kita punya lahan pertanian dan perkebunan yang luas, serta potensi kelautan yang menjanjikan jangan sampai dirusak. Kalau ini diberdayakan, ekonomi Kaltim akan jauh lebih tangguh menghadapi gejolak global,” tutup Hasrun. (*)

Berita Lainnya