Samarinda – Insentif pajak bagi eksportir yang mematuhi penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) menjadi instrumen dalam penerapan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang DHE dari kegiatan pengusahaan pengelolaan dan/atau pengolahan SDA.
Insentif bagi eksportir yang mematuhi beleid itu juga telah disinggung pada sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 yang diselenggarakan Bank Indonesia (BI) Kaltim pada 25 Agustus lalu. Saat itu, Ahli Pertama Pemeriksa Bea dan Cukai Kantor Bea dan Cukai Kota Samarinda, Eko Pranto Prasetyo, hadir sebagai pemateri kebijakan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 12 Juli 2023.
Untuk diketahui, Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur menggelar sosialisasi dalam rangka meningkatkan awareness (kesadaran) para eksportir di Benua Etam, terkait pembaharuan kebijakan DHE.
DHE SDA dan hilirisasi SDA Pertambangan, Perkebunan, Kehutanan, dan Perikanan dalam PP/36 itu, sebesar 30 persen wajib dimasukkan eksportir dalam Sistem Keuangan Indonesia paling lambat dalam jangka waktu 90 hari, dari kegiatan ekspor setiap bulannya. Sedangkan bagi eksportir yang tidak mematuhi dikenai sanksi penangguhan pelayanan ekspor.
Ketentuan tersebut, telah diatur di dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 272 Tahun 2023 Tentang Penetapan Jenis Barang Ekspor Sumber Daya Alam Dengan Kewajiban Memasukkan Devisa Hasil Ekspor ke Dalam Sistem Keuangan Indonesia dan PMK Nomor 73 Tahun 2023 Tentang Pengenaan dan Pencabutan Sanksi Administratif atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
Eko Pranto Prasetyo berpendapat, semua DHE SDA dan hilirisasi SDA masuk Sistem Keuangan Indonesia sifatnya diwajibkan. Nilai DHE SDA dan hilirisasi SDA dengan nilai PPE ≥ USD 250.000 diwajibkan masuk Rekening Khusus di Bank atau LPEI.
“DHE SDA dan hilirisasi SDA paling lambat masuk Reksus yaitu akhir bulan ke-3 setelah bulan PPE. DHE SDA dan hilirisasi SDA yang berada di Reksus wajib disimpan. Besaran DHE SDA dan hilirisasi SDA yang wajib disimpan yaitu 30 persen dari nilai penerimaan DHE. Jangka waktu penyimpanan DHE SDA dan hilirisasi SDA yaitu 90 hari (akumulasi bulanan setiap eksportir),” jelas Eko, dalam keterangan resmi yang diterima media ini. DHE SDA dan hilirisasi SDA dapat dilakukan konversi ke Rupiah.
Eko juga menerangkan, pengawasan pelaksanaan KMK Nomor 272 Tahun 2023 dan PMK Nomor 73 Tahun 2023 dilaksanakan Ditjen Bea Cukai, BI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Pengawasan BI dan OJK sebagai dasar pengenaan dan pencabutan sanksi,” kata Eko, dalam keterangan resmi yang sama.
Instrumen penempatan DHE dapat dilakukan dalam bentuk Reksus, instrumen perbankan, instrumen keuangan, dan instrumen Bank Indonesia.
Eksportir yang mematuhi PMK Nomor 73 Tahun 2023 mendapat insentif dari pemerintah berupa pemberian tarif pajak khusus, kemudahan penerbitan perizinan, dan insentif lainnya.
Menanggapi hal ini, Ketua DPD Gabungan Ekspor Indonesia (GPEI) Kaltim, Mohammad Hamzah mengaku tidak mempermasalahkan keputusan tersebut.
Jika diteliti lebih jauh, kata Hamzah, PP Nomor 36 justru menguntungkan eksportir dalam negeri. Sebab, hasil ekspor dikonversikan ke dalam rupiah.
“Jadi, bagi eksportir yang benar-benar dari Indonesia, tidak masalah. Yang jadi masalah apabila eksportirnya bersumber dari PMA (penanaman modal asing). Karena biasanya hasil ekspor ditransfer lagi ke negara asal,” terang Hamzah, saat diwawancarai lewat saluran telepon.
Hamzah menambahkan, PP Nomor 36 juga jadi peluang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk mengembangkan pelayanan. “Peraturan ini harus dipandang positif,” tutup Hamzah.
Sumber: Prolog