Samarinda – Dukungan untuk pelaku UMKM asal Kaltim agar siap ekspor terus digencarkan Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Kaltim. Namun untuk memastikan produk ekspor masuk di selera negara tujuan, KPw BI Kaltim lakukan kurasi.
Disampaikan Kepala KPw BI Kaltim, Budi Widihartanto bahwa saat memutuskan untuk ekspor produk ke negara maju, maka harus menyesuaikan dengan permintaan pasar di sana. Untuk kurasi produk, selama ini pihaknya jalin kerja sama dengan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten kota.
“Ini termasuk sertifikasi produk juga. Jadi, misalkan mau mengirim barang maka harus memenuhi syarat-syarat negara tujuan. Apalagi seperti makanan dan minuman,” sebut Budi.
Saat ini, Kaltim juga turut mengekspor produk non migas ke berbagai negara. Berdasarkan data dari Statistics Indonesia yang pernah dijelaskan Direktorat Pengembangan Pasar dan Informasi Ekspor di Kementerian Perdagangan (Kemendag), tercatat 3 produk ekspor non migas.
Pertama, ada produk primer yang meliputi udang beku, kepiting segar, dan udang kemasan. Di produk manufaktur ada kain perca, kapal penyelamat (lifeboats), serta setelan, ensemble, jas, blazer, hingga celana panjang pria.
Selanjutnya di produk kreatif ada kerajinan patung, ornamen keramik hingga tas kulit. Terkait produk kreatif, KPw BI Kaltim juga beri perhatian serius agar ekspornya bisa lebih optimal.
“Untuk pengembangan kapasitas ke eksportir, kami selalu memfasilitasi. Khususnya UMKM yang siap ekspor. Termasuk mempromosikan produk ke banyak pihak,” ujar Budi lagi.
Menurut Budi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan eksportir sebelum mengekspor produknya. Yakni perhatikan kualitas, kuantitas, persyaratan sertifikasi, packaging, dan konsistensi.
Terpisah, Ketua DPD Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Kaltim, M Hamzah mengatakan bahwa pentingnya bagi pelaku UMKM yang hendak ekspor untuk menyiapkan sertifikasi produk.
“Selain menyiapkan sertifikasi, pelaku UMKM juga disarankan bergabung dengan asosiasi. Agar asosiasi bisa masukkan daftar produknya sebagai produk yang siap ekspor,” ungkap Hamzah belum lama ini.
Hamzah menegaskan, asosiasi dipastikan punya jaringan untuk mempermudah pelaku UMKM menembus pasar ekspor di kancah internasional. Namun dia mengingatkan agar para pelaku UMKM yang terbuka.
“Sebab tidak mungkin asosiasi yang datang satu per satu, berkeliling. Misal produknya sudah oke, maka sertifikatnya harus yang diakui internasional juga,” sambung Hamzah.
Sertifikat internasional yang dimaksud itu juga harus diakui negara tujuan ekspor. Sehingga ketika sertifikat produk itu sudah muncul, negara tujuan ekspor sudah tahu standar dari produk yang akan masuk.
“Untuk memastikan kualitas dan keaslian produk, cukup dengan sertifikat internasional itu. Tapi sertifikat itu butuh biaya. Di sini lah pemerintah harus memsubsidi,” ujarnya lagi.
Apalagi, sertifikat produk juga harus terua diperbaharui setiap 6 bulan sekali. Dijelaskan Hamzah, sertifikat itu mencakup kelayakan tempat industri sampai hasil produknya.
“Mengurus sertifikat itu enggak sulit,” tandasnya.
Sumber: Prolog.co.id