GPEI Kaltim Beri Usulan Soal Implementasi Kebijakan DHE SDA

Foto aktivitas pertambangan di Kalimantan Timur.
Prolog.co.id, Samarinda – Evaluasi tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan Pengolahan Sumber Daya Alam (DHE SDA), tengah berjalan. Seperti diketahui, PP Nomor 36 ini berlaku selama 3 bulan, sejak Agustus hingga November 2023. Pemerintah memutuskan memperpanjang masa evaluasi kebijakan DHE SDA sampai Februari tahun depan. Perpanjangan ini diberlakukan untuk menampung masukan dari pelaku usaha atau eksportir terkait beleid tersebut. Dalam siaran pers resminya, Menteri Koordinator bidang (Menko) Perekonomian Republik Indonesia, Airlangga Hartarto menerangkan, PP 36 Tahun 2023 tersebut telah terimplementasi dengan baik dan memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Kendati demikian, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang masa evaluasi guna menampung masukan dari para pelaku usaha terkait beleid tersebut. “Compliance-nya (terhadap PP 36/2023) sudah bagus. Yang tidak comply hanya 1 persen. Tapi tiga bulan kami pantau lagi, kita sosialisasi lagi ke pelaku usaha,” kata Menko Airlangga, seperti dikutip dari www.ekon.go.id. Masih dalam rilis tersebut, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengungkapkan, berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan, telah terjadi peningkatan ekspor SDA sejak Juli 2023 yang diikuti dengan kenaikan incoming pada rekening khusus (reksus). Selain itu, pangsa ekspor SDA juga mengalami peningkatan hingga di atas 60 persen. “Jadi dari sisi nilai (pangsa ekspor SDA) sudah 64-65 persen dari total ekspor. Ini lebih tinggi dari bulan-bulan sebelumnya,” tegas Sesmenko Susiwijono. Susiwijono melanjutkan, penerimaan DHE SDA pada rekening khusus (reksus) turut mendorong peningkatan penyaluran kredit valuta asing (valas) bank dan Dana Pihak Ketiga (DPK) valas bank, sejalan dengan penempatan DHE ke deposito valas bank. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga merincikan, penerimaan DHE SDA pada Agustus 2023 mencapai USD 10,5 miliar. Kemudian pada September 2023 turun tipis menjadi USD 9 miliar. Sedangkan pada Oktober 2023 kembali naik menjadi USD 10,2 miliar. Sementara nilai yang ditempatkan mencapai USD 2,7 miliar pada Agustus 2023, USD 2,3 miliar pada September 2023, dan USD 2,9 miliar pada Oktober 2023. “Harusnya persentase penempatan sebesar 30 persen dari nilai penerimaan, namun saat ini kisarannya telah berada di angka 25-29 persen,” jelas Sesmenko Susiwijono. Adapun sektor pertambangan menjadi penyumbang terbesar penerimaan DHE SDA dengan pangsa sekitar 59 persen hingga 72 persen. Diikuti dengan sektor perkebunan dengan pangsa sekitar 25 persen hingga 37 persen. Sementara kontribusi sektor kehutanan dan perikanan relatif kecil. Selanjutnya, Sesmenko Susiwijono menambahkan, telah terjadi perpindahan penempatan DHE SDA yang awalnya eksportir menempatkan DHE-nya di reksus, kini mereka mulai mengalihkan penempatannya ke deposito valas dan TD valas DHE. Sejak Agustus 2023, berbagai instrumen penempatan yang disiapkan BI telah berpengaruh secara langsung bagi cadangan devisa.

Tanggapan GPEI Kaltim

Sebagai salah satu daerah penghasil SDA terbesar, utamanya pertambangan batu bara, tentu jalannya PP Nomor 36 Tahun 2023 ini mendapat tanggapan dari pelaku usaha di Kaltim. Ketua DPD Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Kaltim, Mohammad Hamzah menyebutkan sejumlah usulan atas implementasi peraturan tersebut. Menurut Hamzah, dengan diperpanjangnya aturan wajib “parkir” DHE ini, pemerintah bisa fokus pada tujuan awal disusunnya PP Nomor 36 Tahun 2023. Yakni, meningkatkan ketersediaan valas dalam negeri. Sebab, kata Hamzah, dalam sosialisasi yang digelar Kantor Perwakilan BI Provinsi Kaltim beberapa waktu lalu, disebutkan bahwa kepentingan negara mengatur DHE SDA ini untuk menjamin posisi valas, dalam rangka keseimbangan mata uang rupiah. Untuk diketahui, poin utama PP Nomor 36 Tahun 2023, di antaranya adalah, eksportir wajib menyimpan DHE minimal 30 persen. Berlaku bagi para eksportir dengan nilai ekspor pemberitahuan pabean ekspor (PPE) minimal USD 250 ribu. Para eksportir dengan nilai PPE tersebut, wajib menempatkan DHE ke rekening khusus dalam negeri yang difasilitasi oleh BI. “Waktu sosialisasi itu targetnya tersimpan ke dolar, pengusaha bisa mengambil itu dengan catatan ditukar ke rupiah. Tapi ternyata itu nggak jalan,” kata Hamzah. “Jadi pengusaha harus tetap menyimpan 30 persen, kalau mau ambil, mekanisme kredit ke bank. Ujung-ujungnya sama saja kredit ke bank,” tambah Hamzah. Dengan alasan itu, GPEI Kaltim pun mengusulkan agar pemerintah memperbolehkan pengusaha mengambil 30 persen dari DHE tersebut, dengan mata uang rupiah. “Usulan dari GPEI kaltim, kalau tukar ke rupiah tidak apa-apa. Sehingga nanti kelihatan klasifikasi pengusahanya. Yang mana hanya makelaran dan yang memang murni eksportir,” ucap Hamzah memungkasi. Sumber: Prolog.co.id

Berita Lainnya