GPEI Kaltim Siap Rangkul Pelaku Usaha Berorientasi Ekspor

Pengiriman komoditas unggulan Kaltim, batu bara di Sungai Mahakam yang dimuat dalam kapal tongkang. (ilustrasi)

Samarinda – Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu daerah penyumbang ekspor tertinggi di Indonesia. Tingginya permintaan komoditas utama, yakni batu bara, membuat Benua Etam menyandang predikat ini.

Namun pada awal tahun 2023, nilai ekspor Kaltim mengalami penurunan. Utamanya di sektor non migas golongan barang bahan bakar mineral.

Menukil data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, dibandingkan Desember 2022, nilai ekspor Kaltim pada Januari 2023 tercatat Rp 37,48 triliun. Penurunan sebesar 19,76 persen jika dibanding ekspor Desember 2022.

“Golongan barang bahan bakar mineral turun Rp 6,83 miliar atau 19,49 persen,” kata Kepala BPS Kaltim, Yusniar Juliana, dalam rilis resminya, awal Maret lalu.

Yuniar menerangkan, sektor ekspor non migas pada Januari 2023 tercatat sebesar Rp 33,4 juta. Turun dari ekspor non migas Desember 2022 yang tercatat Rp 40,2 juta. Menurunnya nilai ekspor non migas 16,98 persen akibat menurunnya hasil tambang 19,49 persen, serta hasil industri turun 0,56 persen.

Solusi untuk mencari jalan keluar agar Kaltim melepaskan ketergantungan pada sektor pertambangan batu bara tengah diupayakan pelbagai pihak. Tujuannya jelas, menstabilkan perekonomian dengan menggenjot bidang ekspor.

Gabungan Pengusaha Ekspor Impor (GPEI) Kaltim jadi satu di antara banyaknya organisasi yang fokus mendorong pelaku usaha berinovasi.

Misi utama mereka, pengusaha dapat melahirkan produk ideal untuk bisa tembus di pasar internasional.

Ketua DPD GPEI Kaltim, Mohammad Hamzah menerangkan, ada bermacam sektor usaha yang berpeluang mengganti batu bara menjadi penopang perekonomian daerah.

Misal, pertanian dalam arti luas. Seperti komoditas yang berasal dari perkebunan, peternakan, perikanan, komoditas pangan hingga produk-produk industri kreatif.

Potensi ekspor juga bisa dilakukan dari produk-produk hilirisasi olahan komoditas unggulan. “Sehingga Kaltim tidak hanya mengekspor produk mentah. Ada transformasi ekonomi,” kata Hamzah, saat ditemui Prolog.co.id.

Menurutnya, penguatan inovasi di sektor tersebut penting untuk menciptakan produk yang berdaya saing tinggi. Saat ini, masih sedikit pelaku usaha yang berorientasi pada ranah ekspor. Sehingga pihaknya mendorong semua pihak bersinergi.

“Mari bersama bersatu, bersinergi untuk menemukan kendala apa yang dihadapi dalam memasarkan barang atau jasa di pasar global,” ucapnya.

Ketua GPEI Kaltim, Mohammad Hamzah (kanan) bersama Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kiri).

Tentang GPEI Kaltim

Sejak dibentuk pada akhir 2018 lalu, GPEI Kaltim terus berusaha mencari alternatif pengganti batu bara sebagai andalan ekspor.

GPEI Kaltim beranggotakan pelaku industri dan eksportir dari berbagai sektor. Ihwal ini jadi fondasi kekuatan GPEI merangkul pelaku usaha untuk menciptakan produk siap ekspor.

“Karena kami fokus pada bisnis. Tidak ada kepentingan lain, selain itu,” tegas Hamzah.

Hamzah mengatakan, GPEI Kaltim terbuka lebar bagi semua pelaku usaha dari berbagai industri untuk bergabung. Dengan begitu, setiap pebisnis dapat bertukar pikiran dan mematangkan ide untuk merancang strategi menelurkan produk ekspor.

“GPEI Kaltim ingin menaungi pelaku usaha dalam sektor ekspor. Ingin jadi wadah pelaku usaha, dari berbagai sektor; pertambangan, perkebunan kelapa sawit, perikanan atau yang lainnya. Sehingga ada fokus pada produksi, dan ada yang fokus sebagai eksportir. Semuanya murni bisnis,” tandasnya.

Sumber: Prolog.co.id

Berita Lainnya