Jakarta – Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) dan Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo) mempersoalkan kegiatan alih muat atau ship to ship (STS) kargo ekspor di Muara Jawa, Samarinda, Kalimantan Timur.
Pasalnya, selain kegiatan STS di Muara Jawa belum masuk wilayah pabean, praktik itu berpotensi merugikan pendapatan negara yang berasal dari royalti lantaran volume muatan STS sulit terverifikasi sebagaimana mestinya.
“Karenanya kami mendesak agar Presiden Joko Widodo turun tangan dapat menegur para menterinya yang terkait agar segera menertibkan praktik STS di Muara Jawa yang berpotensi merugikan negara tersebut,” ujar Ketua Umum Depalindo yang juga Sekjen DPP GPEI, Toto Dirgantoro pada Selasa (23/1/2024).
Toto mengungkapkan bahwa pada pertengahan Desember 2023, dirinya bersama tim telah melihat langsung kegiatan STS di Muara Berau tersebut.
“Kami telah lakukan investigasi dan melihat langsung aktivitas fasilitas STS tersebut,” ucapnya.
Menurut Toto, bahwa lokasi pelabuhan alih muat Muara Berau dan Muara Jawa telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No KM 244 Tahun 2020 tentang Penetapan Lokasi Pelabuhan Untuk Kegiatan Alih Muat (Ship to Ship) di Perairan Muara Jawa dan Muara Berau Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Adapun Pelabuhan Muara Berau telah ditetapkan sebagai kawasan pabean melalui Keputusan Menkeu No:15/WBC.16/2021. Sedangkan Muara Jawa belum ditetapkan sebagai kawasan pabean.
Namun Toto mempertanyakan, meskipun belum sebagai kawasan pabean, mengapa Muara Jawa bisa berkegiatan ship to ship untuk ekspor kargo batu bara. Di samping itu, tarif di Muara Jawa tidak diketahui pasti karena Muara Jawa belum punya tarif pedoman resmi sehingga diduga sedikit lebih murah dibandingkan tarif di Muara Berau.
Padahal, imbuhnya, praktik layanan di luar kawasan pabean berpotensi menurunkan penerimaan negara terkait selisih pemberitahuan volume muatan batu bara ekspor lantaran fasilitas verifikasi tidak selengkap yang telah ada di Muara Berau yang merupakan kawasan pabean.
“Kami juga miliki data bahwa praktik STS di luar wilayah pabean seperti ini berpotensi merugikan negara akibat royalti yang hilang hingga milliaran rupiah perbulannya,” ungkap Toto.
Untuk itu, Depalindo dan GPE juga mendesak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak mengesampingkan aturan yang telah dibuatnya sendiri, karena berdasarkan fakta di lapangan bahwa lokasi antara Muara Berau dan Muara Jawa yang berdekatan.
“Intinya Kemenkeu mesti tegas jangan ada pemuatan barang ekspor atau STS di tempat lain di luar kawasan pabean,” papar Toto.
Berdasarkan Permenkeu No:155/2022 tentang Ketentuan Kepabeanan di Bidang Ekspor, secara tegas menyebutkan bahwa pemuatan barang ekspor di tempat lain di luar kawasan pabean dapat dilakukan dengan ketentuan antara lain; jika tidak tersedia kawasan pabean; barang ekspor tersebut bersifat khusus dengan memperhatikan sifat, ukuran, dan/ atau bentuknya yang menyebabkan tidak dapat dimuat di Kawasan Pabean; dan apabila sarana pengangkut tidak dapat sandar langsung ke dermaga.
Kemudian, akibat adanya kendala teknis di kawasan pabean, seperti tidak tersedianya atau kerusakan alat untuk melakukan pemuatan; dan/ atau pertimbangan lainnya dengan memperhatikan optimalisasi pelayanan dan/atau pengawasan ekspor.
Untuk melakukan pemuatan di tempat lain di luar kawasan pabean, eksportir mengajukan permohonan kepada kepala kantor pabean dengan menyebutkan alasan sebagaimana dimaksud pada ketentuan di atas tersebut.
“Karena itu kami mendesak agar kegiatan STS di Muara Jawa itu segera ditertibkan supaya potensi kerugian negara tidak semakin besar,” ujar Toto.
Sumber: Investor.id