Hadiri Sosialisasi Prolegnas 2025-2029, GPEI Kaltim Usul Harmonisasi Regulasi Ekspor

Hadiri Sosialisasi Prolegnas 2025-2029, GPEI Kaltim Usul Harmonisasi Regulasi Ekspor
GPEI Kaltim saat menghadiri Prolegnas 2025-2029.

SAMARINDA – Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Kalimantan Timur (Kaltim) menghadiri kegiatan Sosialisasi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2025-2029 yang diselenggarakan oleh Badan Legislasi Nasional (Baleg) di Kota Samarinda pada 23 Desember 2024.

Sosialisasi ini bertujuan untuk memperkenalkan agenda legislasi nasional lima tahun ke depan yang menampung sekaligus aspirasi masyarakat, pelaku usaha, dan organisasi profesi agar regulasi yang disusun dapat menjawab kebutuhan nyata di tingkat daerah dan nasional.

Dalam sambutannya, Pj Gubernur Kaltim, Dr. Akmal Malik, menekankan pentingnya Prolegnas yang mampu mendorong pembangunan daerah, khususnya di Kaltim.

“Kalimantan Timur adalah salah satu motor ekonomi nasional, dengan potensi besar di sektor ekspor, mulai dari batu bara, minyak kelapa sawit, hasil laut, hingga produk-produk lainnya. Regulasi yang mendukung hilirisasi komoditas dan penguatan infrastruktur logistik sangat diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah produk daerah,” ujar Akmal.

Ia juga menyoroti tantangan yang dihadapi Kalimantan Timur, seperti kebutuhan regulasi yang memastikan pembangunan berkelanjutan, perlindungan lingkungan, serta pemberdayaan masyarakat lokal dalam pembangunan ekonomi, terutama di tengah transformasi besar dengan hadirnya Ibu Kota Nusantara.

“Dengan maraknya aktivitas tambang ilegal, tentu kita perlu adanya penindakan tegas melalui kepastian regulasi. Harapannya, hal tersebut dapat mengurai ketimpangan yang terjadi di Kaltim,” tegas Akmal.

Wakil Ketua Baleg DPR RI, Sturman Panjaitan, dalam sambutannya juga menjelaskan bahwa Prolegnas tahun 2025-2029 dirancang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus memperkuat keterpaduan antara pusat dan daerah.

“Kami sangat terbuka menerima masukan dari Kalimantan Timur, khususnya dari akademisi, stakeholder, maupun elemen masyarakat yang terhimpun dalam asosiasi maupun organisasi kemasyarakatan (ormas), untuk memastikan bahwa peraturan perundang-undangan yang dihasilkan tidak hanya berorientasi pada kebutuhan nasional tetapi juga memberikan dampak nyata bagi pembangunan daerah khususnya di wilayah Kaltim,” jelas Sturman.

Ia juga menambahkan bahwa salah satu fokus utama Prolegnas adalah menciptakan regulasi yang mempermudah investasi, perdagangan, dan perizinan lainnya, termasuk penghapusan hambatan birokrasi yang selama ini menjadi kendala bagi masyarakat.

Hasrun Jaya, Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) GPEI Kaltim, dalam sesi diskusi menyampaikan terkait besarnya kebutuhan Eropa akan hasil laut khususnya ikan, udang dan kebutuhan pangan lainnya, sehingga sangat penting untuk membuat regulasi yang kuat untuk mendukung dan memperhatikan ruang tangkap yang dapat melindungi nelayan khususnya nelayan Kaltim. Permasalahan ruang tangkap nelayan Kaltim yang kian menyempit akibat aktivitas penetapan alur pelayaran maupun penetapan ship to ship kapal batubara diperairan Kaltim.

“Hari ini nelayan Balikpapan harus melakukan penangkapan ikan di luar kawasan perairan Kaltim akibat menyempitnya ruang tangkap mereka, entah karena penetapan alur pelayaran maupun penetapan ship to ship batubara yang bertambah banyak yang merusak ekosistem laut,” terang Hasrun.

Selain itu, Hasrun juga menekankan terkait kejelasan mengenai standarisasi produk ekspor. Baginya, standarisasi produk yang jelas merupakan elemen fundamental dalam memperluas akses ke pasar global.

“Standarisasi produk ekspor adalah upaya memastikan bahwa setiap produk yang dikirim ke pasar internasional memenuhi persyaratan kualitas, keamanan, dan regulasi yang ditetapkan oleh negara tujuan. Dengan standarisasi, produk lokal tidak hanya mampu bersaing secara global, tetapi juga membangun kepercayaan konsumen terhadap konsistensi dan keunggulan produk kita,” ungkap Hasrun.

Tak hanya itu, Ia juga menegaskan bahwa harmonisasi regulasi ekspor adalah langkah mendesak untuk mengurangi hambatan yang selama ini sering menjadi kendala bagi pelaku ekspor.

“Peraturan yang tumpang tindih antara pusat dan daerah sering kali memperlambat proses ekspor. Kita perlu mengambil aturan tanpa mengurangi kualitas pengawasan, sehingga produk ekspor dari Kalimantan Timur dapat lebih cepat dan mudah masuk ke pasar global,” tutup Hasrun.

Berita Lainnya