Kaltim Perlu Menentukan Produk Ekspor Utama dari Sisi SDM dan Kondisi Geografis

Prolog.co.id, Samarinda – Ekonomi Kaltim hingga kini masih didominasi industri ektraktif, diantaranya sektor pertambangan batu bara.  Sektor ini pun memegang peranan dalam menembus pasar ekspor.

Selain batu bara, ada pula pupuk, kelapa sawit, bahan kimia organik, batu bara muda, crude palm oil (CPO), bahan kimia anorganik, pupuk, produk kimia, turunan crude palm kernel oil (CPKO), hingga kayu lapis plywood.

Hal itu disampaikan langsung oleh Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI, Aksamil Khair. Dia menyebut, ekspor Kaltim ke dunia didominasi oleh produk primer sebesar 93,0 persen atau setara USD 31,1 miliar.

“Tren ekspor selama 5 tahun terakhir juga meningkat, rata-rata 22,53 persen per tahun,” ungkap Aksamil saat berkunjung ke Samarinda beberapa waktu lalu.

Sebagai informasi, mengacu pada data dari Kemendag RI yang dihimpun melalui Statistics Indonesia, produk ekspor utama Kaltim berupa batu bara nilainya mencapai USD 18,96 miliar (56,68%). Lalu ada batubara (Bituminous) USD 6,86 miliar (20,55%), CPO (Oth Than Crude) USD 2,66 Miliar (7,94%).

Selanjutnya ada Batu Bara Muda (Lignite) senilai USD 2,06 miliar (6,15%), Bahan Kimia Anorganik (Ammonia) USD 937,9 Miliar (2,80%), Pupuk USD 789,9 Juta (2,36%), Prod Kimia (Industrial Monocarboxylic Fatty Acids) USD 226,9 Juta (0,68%).

Berikutnya turunan CPKO USD juga menyumbangkan peran, senilai 215,2 Juta (0,64%), CPO (Crude) USD 147,8 Juta (0,44%), dan Kayu Lapis Plywood USD 139,9 Juta (0,42%).

Ada beberapa negara yang menjadi pasar ekspor utama yakni Tiongkok, Filipina, Korea Selatan, Vietnam, India, Taiwan, Bangladesh, Hongkong, Jepang, Malaysia, dan Thailand.

Terpisah, Ketua DPD Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Kaltim, Mohammad Hamzah mengungkapkan, jika Kaltim ingin melebarkan sayapnya di pasar ekspor, maka harus melihat berbagai pilihan yang ada. Mulai dari sisi sumber daya manusia (SDM) hingga kondisi geografis.

GPEI Kaltim
Ketua DPD GPEI Kaltim, Mohammad Hamzah

“Ekspor itu tujuannya adalah bagaimana menciptakan masyarakat Kaltim sejahtera semua. Kalau ekspor tapi tidak ada perubahan untuk apa juga?” ujar Hamzah.

Hamzah mengambil contoh terkait batu bara. Secara umum, warga Kaltim yang mengekspor batu bara jumlahnya sangat sedikit. Justru lebih didominasi orang luar Kaltim. Artinya, tak semua orang bisa melakukan ekspor batu bara tersebut.

Sama halnya dengan kelapa sawit. Sektor yang satu ini dinilai eksklusif karena membutuhkan modal yang besar. Menurut Hamzah, seharusnya pemerintah bisa menggarap industri berbasis padat karya.

“Tentu harus menyantol ke usaha-usaha yang sudah berjalan. Misalnya di batu bara, mungkin bisa mengembangkan aspek-aspek turunan batu bara atau aspek yang menjadi sebab rusaknya alam karena batu bara,” sebut pria kelahiran 9 Januari 1975 ini.

“Batu bara itu kan punya kewajiban reklamasi, pembinaan terhadap masyarakat setempat. Saya melihat batu bara itu, sektor CSR-nya yang harus diperkuat untuk mendukung ekonomi yang berkelanjutan di sekitar,” sambungnya.

Hamzah menegaskan, program CSR yang ada harusnya terarah dan mengacu pada dua faktor, yakni SDM dan kondisi geografis. Untuk SDM misalnya, diperlukan pelatihan hingga mengasah kemampuan sehingga mutu produk yang menjadi penentu harga dan pasar bisa memenuhi standar.

“Kemudian sawit. Produk turunan sawit kan banyak, tapi tidak ada pelatihan tentang itu. Kalau hanya kegiatan yang berisi paparan itu tidak bisa. Jadi harus turun ke Balai Latihan Kerja (BLK) dan berisi diklat-diklat pendidikan teknis yang membuat masyarakat berkemampuan,” tegas Hamzah.

Hamzah menyebut, untuk daerah Jawa dan sekitarnya sudah banyak yang melibatkan BLK untuk mengisi diklat pendidikan teknis. Jika semuanya sudah berjalan, maka proses untuk ekspor akan jauh lebih mudah.

“Sektor SDM itu penting. Kalau ini sudah ada, jadi mudah karena iklimnya sudah ada. Kalau bahan baku, Kaltim itu sangat banyak yang bisa diekspor,” tandasnya.

Sumber: Prolog

Berita Lainnya