Samarinda – Berdasarkan data dari Statistics Indonesia yang dipaparkan oleh Direktorat Pengembangan Pasar dan Informasi Ekspor Kementerian Perdagangan (Kemendag), produk ekspor ke Kaltim ke dunia masih didominasi produk primer. Jumlahnya mencapai 93,0 persen atau senilai USD 31,1 miliar.
Tren ekspor pada periode 2018-2022 juga menunjukkan peningkatan. Rata-rata sebesar 22,53 persen. Ekspor utama produk primer yang dimaksud terdiri atas batu bara, crude palm oil (CPO) dan turunannya, serta bungkil dan pakan ternak.
Pasar ekspor utama Kaltim juga masih didominasi negara-negara di kawasan Asia. Di antaranya Tiongkok, Filipina, Korea Selatan (Korsel), Vietnam, India, Taiwan, Bangladesh, Hongkong, Jepang, Malaysia, dan Thailand.
Kendati begitu, pengusaha ekspor di Kaltim juga merasakan sejumlah tantangan. Hal tersebut diakui oleh Ketua DPD Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Kaltim, M Hamzah mengatakan bahwa tantangan yang dimaksud biasanya berkaitan dengan modal.
Hamzah mengatakan, banyak pelaku UMKM yang sudah mempunyai pasar, produk, hingga keahlian. Namun modalnya masih kurang. Hal ini akan menjadi perhatian bagi pihaknya.
“Jadi saya ada temui beberapa pelaku UMKM. Mereka sudah punya pasar, produk, dan keahlian. Tapi modalnya kurang,” ungkap Hamzah.
Kendati belum melihat kondisi detailnya secara langsung, DPD GPEI Kaltim ada rencana tindak lanjut. Caranya dengan menemui UMKM-UMKM yang memang terkendala di permodalan.
Di satu sisi, GPEI Kaltim menawarkan suatu program ke UMKM. Pihaknya ada rencana untuk membuat pelabuhan. Hamzah menyebut, ada salah satu anggota GPEI Kaltim yang mempunyai lahan strategis sekitar 300 hektar di tepi Sungai Mahakam.
“Itu rencananya mau kami bangun sebagai pelabuhan sekaligus pusat industri beberapa komoditas. Salah satunya komoditas yang punya potensi ekspor,” sambung Hamzah.
Hamzah menegaskan, masyarakat khususnya yang bergerak di sektor UMKM harus dimudahkan. Jika semuanya dimulai dari 0 dan dilanjutkan dengan mengolah bahan baku sampai siap ekspor tentu akan terlalu berat. . Sehingga, eksistensi kawasan industri dianggap krusial.
“Masyarakat tinggal suplai bahan baku dan kawasan itu yang mengolah. Kemudian pembinaannya tetap berjalan dan mereka end to end mulai dari bahan mentah, bahan baku dan siap dijual,” tandasnya.
Sumber: Prolog