Potensi Hasil Laut dan Ekonomi Hijau, GPEI Kaltim Serukan Regulasi Pro-Ekspor

Potensi Hasil Laut dan Ekonomi Hijau, GPEI Kaltim Serukan Regulasi Pro-Ekspor
Sekretaris DPD GPEI Kaltim, Hasrun Jaya.

SAMARINDA – Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Kalimantan Timur mendorong regulasi yang mendukung potensi hasil laut dan ekonomi hijau dalam Focus Group Discussion (FGD) terkait Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2025 untuk sektor industri dan perdagangan.

Acara yang digelar oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi (Disperindagkop) dan UKM Kaltim ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, akademisi, pelaku usaha, dan asosiasi.

Beberapa agenda pembahasan dalam FGD ini meliputi:

  • Pembahasan Sektor Industri:
    1. RUU tentang Desain Industri
    2. RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
  • Pembahasan Sektor Perdagangan:
    1. RUU tentang Komoditas Strategis
    2. RUU tentang Pengaturan Pasar Ritel Modern
    3. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
    4. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
    5. RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Sekretaris DPD GPEI Kaltim, Hasrun Jaya, menyampaikan bahwa partisipasi GPEI dalam forum ini bertujuan untuk memberikan masukan strategi dalam penyusunan regulasi yang akan berdampak langsung pada dunia usaha, khususnya di bidang ekspor.

“Kami ingin memastikan bahwa regulasi yang dirancang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, memperkuat daya saing ekspor, dan mendukung hilirisasi industri di Kalimantan Timur,” ujar Hasrun.

Selain itu, Hasrun juga membahas mengenai potensi hasil laut di Pasar Eropa. Menurutnya, negara-negara Eropa membutuhkan komoditi hasil laut.

“Kami telah berdiskusi dengan asosiasi pengusaha Indonesia di Eropa, bahwa kebutuhan akan hasil laut menjadi potensi besar untuk disuplay dari Indonesia, asalkan dikelola dengan standar kualitas tinggi dan inovasi produk,” tambahnya.

“Pemenuhan akan standarisasi produk ekspor termasuk standar Eropa menjadi kunci untuk membuka akses pasar yang lebih luas. Dengan memenuhi persyaratan kualitas dan regulasi yang ketat, produk Indonesia dapat bersaing di pasar Eropa, memperkuat reputasi global, dan meningkatkan daya saing di tingkat internasional,” ujar Hasrun.

Selanjutnya, Ia berharap adanya dukungan regulasi dari pemerintah kepada ekosistem laut dan nelayan Kaltim.

“Karena ini untuk kepentingan perdagangan dan pemenuhan pasar internasional akan hasil laut, maka sinergi antara Kementerian Perdagangan dan kementerian Perhubungan maupun kementerian lainnya sangat dibutuhkan. Hal ini penting, ruang tangkap nelayan tradisional harus tetap kondusif, habitat laut harus tetap sehat. Hal ini membutuhkan solusi yang adil melalui rancangan RUU Prolegnas untuk melindungi hak nelayan sekaligus menjaga keseimbangan lingkungan.”

Selain hasil laut, Hasrun juga menyoroti pentingnya ekonomi hijau dalam melakukan efisiensi ekspor. Menurutnya, pemerintah perlu mendorong pengembangan di sektor perkebunan dan pertanian.

“Kita memiliki lahan luas yang belum difungsikan. Ini menjadi peluang bagi kita untuk merubah orientasi ekonomi Kaltim yang tidak lagi bergantung pada komoditi batu bara,” ujar Hasrun.

FGD ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk melibatkan berbagai pihak dalam proses legislasi yang transparan dan partisipatif. Hasil dari diskusi ini akan dirangkum dan disampaikan kepada pihak legislatif untuk dijadikan acuan dalam penyusunan RUU prioritas.

“Dengan hadirnya para pemangku kepentingan dalam forum ini, diharapkan sektor industri dan perdagangan di Kalimantan Timur dapat semakin berkembang, memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian daerah,” tutup Hasrun.

Berita Lainnya