Proses Awal Menentukan Kualitas Barang Ekspor

Ketua DPD GPEI Kaltim, M Hamzah. (Dok Prolog)
Ketua DPD GPEI Kaltim, M Hamzah. (Dok Prolog)
Samarinda – Direktorat Pengembangan Pasar dan Informasi Ekspor di Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengeluarkan data terkini terkait kinerja ekspor Kaltim menurut beberapa sektor. Harus diakui bahwa ekspor Kaltim ke dunia memang mayoritas berasal dari produk primer sebesar 93,0 persen atau setara dengan USD 31,1 miliar. Bahkan, tren 5 tahun terakhir, sejak 2018-2022, meningkat dengan rata-rata sebesar 22,53 persen per tahun. Ditegaskan oleh Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Kaltim, M Hamzah bahwa sejatinya, untuk menembus pasar luar negeri mesti membutuhan produk yang murah sehingga memiliki daya saing. “Yang berdampak kepada murahnya produk itu kan barangnya. Processing barang dan alat untuk processing. Misalnya di faktor processing, jadi banyak transportasi,” ujar Hamzah belum lama ini. Hamzah memberikan contoh terkait Tiongkok yang berhasil mengembangkan pasar luar negerinya dengan konsep industri rumahan. Alias bukan industri terpusat. Lazimnya, industri terpusat akan lebih berfokus pada finishing, pengemasan, atau hanya menyelesaikan bagian-bagian tertentu. “Di Tiongkok, industri utama mereka itu justru berada di kampung. Kemudian, fokusnya juga mengarah ke sektor pertanian dan manufaktur,” sambung Hamzah. Dia menegaskan, ekspor haruslah mengangkat ekonomi masyarakat setempat. Sehingga, masyarakatnya juga harus dilibatkan secara masif. Untuk memulai itu, memang dibutuhkan proses. “Kalau tidak mengangkat ekonomi masyarakat setempat, untuk apa ekspor?” tambahnya. Sebagai contoh, jika ingin fokus di bidang pertanian, maka masyarakat bisa dilibatkan secara langsung untuk menanamnya. Selanjutnya, masyarakat bisa diajari untuk mengolah itu secara tepat. “Sebab kualitas awal barang apapun itu ditentukan dari kualitas awalnya. Misalnya ikan, kalau ikan bisa memenuhi standar ekspor ya pasti tergantung dengan nelayan yang mengelolanya sejak awal,” tambah dia lagi. Contoh berikutnya ada petambak yang mengelola ikan. Menurut Hamzah, cara perawatan hingga ikan bisa diekspor juga tergantung dengan cara yang dilakukan penambak sejak awal. “Jika ikan ditangkap dengan metode yang benar dan masuk ke storage pendingin, ya ikannya bisa punya kualitas ekspor,” bebernya. Dia mengatakan, mahal atau murahnya suatu produk akan ditentukan berdasarkan proses. Oleh sebab itu, GPEI Kaltim tengah melihat peluang-peluang potensial yang bisa dikembangkan untuk ekspor di kemudian hari. “Kami melihat peluang pertanian, industri kreatif, burung walet, karet, dan kakao juga,” tandasnya. Sumber: Prolog.co.id

Berita Lainnya