Samarinda – PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PTB) sebagai pengelola terminal alih muat barang di Perairan Muara Berau, Kalimantan Timur, mulai menerapkan tarif awal kegiatan pemindahan muatan antarkapal atau Ship To Ship (STS) pada 1 Oktober 2023.
Penetapan tarif tersebut sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Kementerian Perhubungan RI Nomor: PR.202/1/18/PHB 2023 tentang Rekomendasi Persetujuan Penetapan Tarif Awal Ship To Ship (STS) Perairan Muara Berau, Kalimantan Timur, yang ditandatangani Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 24 Juli 2023.
Besaran tarif, dibedakan dalam dua kegiatan yakni bongkar muat domestik dengan tarif Rp17.507 – Rp28.270 per metrik ton dan bongkar muat untuk ekspor 1.22 – 1,97 dolar AS per metrik ton.
“Sistem ini merupakan tarif STS pertama di Indonesia, sehingga kami harus menyosialisasikan regulasi tersebut kepada stakeholder khususnya para pengguna jasa pelabuhan maupun asosiasi,” kata Direktur Pengembangan Bisnis PTB, Kamaruddin Abtami, Rabu (30/8).
Selama proses itu berjalan, pihaknya masih memberikan tenggat waktu 1-30 September 2023 untuk dilakukan penyesuaian tata cara kerja dan registrasi para pihak yang melakukan aktivitas di Terminal STS Muara Berau.
“Jika ada masukan dan perubahan kami membuka ruang komunikasi dengan para stakeholder. Pada 1 Oktober 2023 dan sesuai timeline kami akan berlakukan bisnis proses dan tarif awal di terminal konsesi PTB,” jelasnya.
Tanggapan Pelaku Usaha Pelayaran
Penetapan tarif STS di Terminal Muara Berau mendapat sambutan positif dari pelaku usaha pelayaran di Kalimantan Timur. Ketua DPW Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Kalimantan Timur, Tekka Singko, mendukung penerapan tarif tersebut.
“Saya mendukung karena ini regulasi pemerintah, jadi itu tidak bisa kita tolak. Kecuali kalau nanti ada perubahan-perubahan itu yang mungkin belakangan ya. Kalau ada yang keberatan kami tidak serta merta membalik telapak tangan. Saya selalu ingatkan anggota saya, sepanjang tidak merugikan anggota,” kata Tekka.
Ia berharap tarif STS yang baru dapat membantu menambah pemasukan pendapatan negara, dan pengusaha itu sendiri.
“Harapannya untuk perbaikan bangsa, daerah dan pengusaha itu sendiri. Lebih simple (pengurusan), ya mudah-mudahan. Yang kita butuhkan itu adalah kelancaran arus barang,” tambahnya.
Ketua DPC Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Samarinda, Agus Sahlan, juga menyambut baik penetapan tarif STS. Ia menilai tarif yang ditetapkan sudah sesuai dengan hitungan usaha.
“Soal tarif yang berlaku pada 1 Oktober mendatang pun ia tidak mempersoalkan. Karena menurutnya tarif yang ada sudah sesuai secara hitung-hitungan usaha.
“Harapannya jelas, bahwa kedepan PTB dapat meningkatkan pelayanan, melengkapi fasilitas-fasilitas yang ada di STS dan semua stakeholder terakomodir untuk bekerja di STS tersebut,” harap Agus.
Ketua DPD Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Kalimantan Timur, Mohammad Hamzah, juga menilai penetapan tarif STS sebagai hal positif bagi pelaku ekspor.
“Artinya ini membuat sebuah kepastian hukum tentang tarif tentang biaya barang ekspor sehingga semua pihak memiliki kepastian biaya, baik yang memiliki omzet besar maupun yang sedikit,” kata Hamzah.
Kendati bagi sebagian pengusaha tarif yang akan berlaku sedikit lebih mahal, namun menurutnya nilainya masih di bawah yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM.
“Harapan kami tercipta keamanan, ketertiban, kelancaran, kemudahan di laut. Beberapa kawan menyebut bahwa tarif lebih mahal, tapi kita dibayar dengan kepastian,” tegas Hamzah.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Haryanto Damanik mengaku masih perlu mempelajari tarif yang ada. Ia berharap tarif yang berlaku tidak memberatkan pelaku usaha pertambangan.
“Karena mengingat harga komoditas sudah turun, royalty makin tinggi, beban-beban lain yang harus ditanggung shipper ini cukup memberatkan dengan ada tambahan ini. Kan kita harus cari titik tengahnya bagaimana idealnya. Win win bagi shipper maupun miners, baru nanti kita bisa kasih respon,” tuntasnya.