JAKARTA – Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) menggelar rapat kerja nasional (rakernas) ke-1 Tahun 2023, bertempat di Holiday Inn, Kemayoran, Jakarta, Senin (6/3/2023).
Rakernas yang mengangkat tema Industri Argo dan Ekonomi Kreatif Sebagai Tulang Punggung Ekspor Nasional ini dibuka oleh Menteri Zulkifli Hasan yang didampingi Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Budi Santoso. Turut hadir pula Direktur Jenderal Industri dan Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika, Ketua Umum GPEI Benny Soetrisno, dan Sekjen GPEI Toto Dirgantoro.
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan menyampaikan akan berkomitmen mendukung pelaku usaha, khususnya eksportir. Komitmen ini diwujudkan dengan kebijakan yang mempermudah dan menghilangkan hambatan ekspor produk Indonesia dalam memasuki pasar internasional.
“Ekspor itu harus dipermudah, bahkan kalau ada aturan-aturan Kemendag termasuk untuk kegiatan antarpulau apalagi yang mempersulit ekspor, ya kita rubah aturannya. Soal hambatan ekspor kita ingin semua diselesaikan, kita ingin dipermudah,” sebutnya.
Pria yang menjabat Ketum Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga mendukung penuh terkait perkembangan agroindustri dan UMKM. Termasuk dalam upaya hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah. Upaya penguatan dari berbagai lini ini diharapkan bisa mendongkrak pasar ekspor yang saat ini dirasa masih kurang maksimal.
“Saya mendukung dan juga berharap kita bisa bersama-sama mengembangkan industri kreatif dan agroindustri kita, karena penghasil pertanian yang luar biasa, tetapi kenapa tidak berkembang, karena tidak ada lanjutannya (hilirisasi). Mudah-mudahan dengan menteri perindustrian, menteri kreatif, perdagangan, Pemda dan pemerintah pusat, bisa bersama-sama fokus dalam pengembangan dua industri ini sebagai langkah penguatan ekonomi Indonesia,” tukasnya.
Sementara itu, Ketua GPEI Benny Soetrisno mengatakan industri agro dan industri kreatif merupakan sektor potensial yang ada di Indonesia. Dari dua sektor yang menjadi pokok pembahasan rakernas ini, juga menjadi salah satu langkah untuk menekan angka pengangguran di Indonesia. Sebab, jika dua sektor ini berkembang dan menghasilkan produk turunan, maka pintu tenaga kerja akan terbuka lebih lebar.
“Kita kan harus tau jika populasi Indonesia besar sekali. Jika kita melihat potret demografi, kebanyakan pendidikan SMA. Lalu mau dikasih kerjaan apa? Satu-satunya yang bisa memberikan pekerjaan melalui industri kreatif dan agroindustri termasuk perikanan. Tapi agro yang kami dorong ini bukan bahan mentahnya tapi harus ada hilirisasi. Jadi ada nilai tambahnya dan ada yang bekerja lagi jadinya,” terangnya.
Menurutnya, dari dua industri yang diangkat menjadi pokok tema rakernas GPEI ini adalah bentuk dukungan agar pemerintah bisa segera melakukan perubahan arah ekonomi. Tidak hanya mengandalkan potensi sumberdaya alam (SDA), namun bisa mengandalkan sektor pertanian dan industri kreatif.
“Mendorong Peralihan pendapatan negara yang bukan hanya dari SDA saja. Kalau dulu VOC bisa kaya raya dari agroindustri negera kita, kenapa kita tidak bisa? seharusnya kita bisa lebih besar karena potensi agro kita besar,” tegasnya.
GPEI juga akan mendorong pemerintah menerbitkan regulasi yang lebih memperhatikan pelaku usaha agroindustri dan industri kreatif. Termasuk regulasi yang mengatur ekspor.
“Kalau yang nggak harus diatur ngapain diatur. Kita nggak boleh menjadi azaz praduga terlarang. Semua dilarang kecuali yang diizinkan. Semisal, semua dilarang nih, tapi begitu saya jadi bupati langsung buat perizinan, dan yang diberikan izin itu yang bisa dikerjakan tapi yang lainnya dilarang karena belum diizinkan. Yah jangan seperti itu pola pikirnya,” tukasnya.
Turut ditambahkan Ketua DPD GPEI Kaltim, Muhammad Hamzah yang mengatakan dua sektor yang menjadi tema Rakernas GPEI ini bisa menjadi model ekonomi Kaltim. Sebab, menurutnya potensi pertanian di Kaltim juga tak kalah dengan daerah penghasil pangan lainnya yang ada di Indonesia. Begitu pula dengan sektor pariwisata yang ada.
“Agroindustri itu bisa jadi model ekonomi Kaltim ke depan. Nggak selamanya Kaltim bisa berpatokan sama SDA saja karena bisa habis. Semisal sawit yang sekarang sedang berjalan, memang kurang bagus karena rakus unsur hara, tapi lebih baik dari tambang,” tegasnya.
Perubahan arah ekonomi Kaltim yang tidak bergantung pada SDA, lanjut Hamzah, sebenarnya pernah dicanangkan pada era Awang Faroek Ishak menjabat Gubernur Kaltim. Saat itu melalui food estate, sayangnya program tersebut kurang efektif dan putus di tengah jalan.
Memang pengembangannya perlu metode yang tepat. Di era awang kita punya food estate yang akhirnya tidak ada lagi kabarnya. Sebelumnya juga pernah singkong gajah termasuk coklat yang juga tidak efektif,” imbuhnya.
Melihat permasalahan tersebut, Hamzah berpendapat jika kajian mendalam terkait komoditi pertanian potensial di Kaltim harus segera dilakukan. Termasuk pengembangan UMKM.
Menurutnya pengembangan UMKM Kaltim bisa melalui pola yang disebutnya pola asuh. Beberapa perusahaan besar termasuk pertambangan bisa diminta untuk ikut andil dalam pengembangan UMKM dan upaya hilirisasi pertanian Kaltim.
“GPEI Kaltim berharap semua pelaku usaha terutama perusahaan tambang membantu UMKM karena mereka juga yang rusak alam. Dan, jangan cuma ambil batu bara saja tapi nggak bantu perekonomian Kaltim di sektor lainnya. Setelah ada bantuan dari pelaku usaha yang besar dan pemerintah ikut support, baru teman-teman UMKM bisa mengembangkan diri lebih pesat,” tutupnya.
Sumber: Prolog.co.id