Tingkatkan Tren Ekspor, GPEI Kaltim: Harus Libatkan Masyarakat dan Industri yang Produktif

Masyarakat Kaltim yang memaksimalkan UMKM di Paser. (Ist)

Samarinda – Berbagai sektor yang ada di Kalimantan Timur (Kaltim) sebenarnya memliki peluang dalam pasar ekspor, namun hingga kini masih didominasi oleh komoditas hasil pertambangan. Padahal sektor lainnya juga memiliki peluang dalam menembus pasar ekspor.

Mengacu pada data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, nilai ekspor migas Kaltim meningkat pada Agustus 2023 lalu, yakni 2,02 miliar USD. Kenaikan itu sebesar 4,84 persen dibanding nilai ekspor pada Juli 2023.

Kepala BPS Kaltim, Yusniar Juliana mengatakan, peningkatan ini disebabkan oleh naiknya nilai ekspor hasil migas.

Secara kumulatif, nilai ekspor migas Kaltim selama Januari-Agustus 2023 mencapai 1,74 miliar USD atau turun sebesar 6,03 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022. Sementara nilai ekspor non migas mencapai 16,76 miliar USD.

Pada periode Januari-Agustus 2023, Tiongkok merupakan negara tujuan ekspor utama yang memiliki peranan terbesar dengan nilai ekspor sebesar 5.328,59 juta USD (31,78 persen), diikuti India dengan nilai sebesar 2.267,59 juta USD (13,53 persen), dan Filipina sebesar 1.617,58 juta USD (9,65 persen).

Kemudian, selama periode Januari-Agustus 2023, ekspor non migas Kaltim turun sebesar 21,82 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022.

“Penurunan disumbang oleh turunnya ekspor hasil tambang sebesar 20,86 persen dan ekspor hasil industri sebesar 26,44 persen,” jelas Yusniar lagi.

Terpisah, Ketua DPD Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Kaltim, M Hamzah mengatakan, jika Kaltim hendak memaksimalkan ekspor, maka diperlukan masyarakat yang produktif. Sekaligus disertai industri.

“Kalau mau ekspor, diperlukan masyarakat yang produktif dan harus ada industri. Saat ini, Kaltim punya karet, cokelat, lada. Itu kan bisa diekspor,” ungkap Hamzah belum lama ini.

Hamzah mengatakan, tak dapat dimungkiri bahwa sektor pertanian dapat menjadi penyumbang ekspor terbesar. Contohnya, Tiongkok yang berhasil mengembangkan industri rumahan yang bisa ekspor ke berbagai negara. Menurutnya, Kaltim juga bisa mencontoh upaya tersebut.

“Jadi, kita mesti memberdayakan masyarakat kita untuk bekerja. Masyarakat Kaltim ini bukan pemalas. Salah kalau dibilang pemalas. Tidak ada orang yang mau bekerja kalau penghasilannya belum jelas,” tegas Hamzah.

Menurut Hamzah, pembentukan kawasan industri kecil yang dekat dengan penduduk bisa memicu tren ekspor di suatu daerah. Jika berhasil membuat masyarakat menjadi lebih produktif, maka hal tersebut sudah jadi langkah yang baik.

“GPEI Kaltim sedang memulai itu dengan merangkul gerakan masyarakat daur ulang sampah,” tandasnya.

Sumber: Prolog.co.id

Berita Lainnya