SAMARINDA – Para pelaku usaha ekspor di sektor sumber daya alam (SDA) kini harus beradaptasi dengan aturan main baru yang lebih ketat dari pemerintah.
Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 Tahun 2025, eksportir diwajibkan menempatkan 100 persen Devisa Hasil Ekspor (DHE), atau pendapatan dari penjualan ke luar negeri, di dalam negeri selama 12 bulan penuh.
Aturan ini merupakan perubahan drastis dari kebijakan sebelumnya yang hanya mewajibkan penempatan 30 persen DHE selama tiga bulan. Kebijakan baru ini dikupas tuntas dalam podcast “Ruang Ekspor” yang digelar Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Kalimantan Timur pada Senin (28/7/2025).
Transaction Wholesale Business Head Bank Mandiri Region IX Kalimantan, Tyas Junaidianto, yang menjadi narasumber, menjelaskan bahwa aturan baru ini kini lebih terfokus. Kewajiban tersebut tidak lagi berlaku untuk semua hasil ekspor.
“Jika sebelumnya semua komoditas hasil ekspor wajib masuk ke dalam Rekening DHE, maka kini hanya komoditas dari lima sektor yang diwajibkan, yakni sektor pertambangan, migas, perkebunan, kehutanan, dan perikanan,” jelas Tyas.
Meskipun dana DHE akan ditempatkan di rekening khusus selama satu tahun, Tyas menegaskan bahwa dana tersebut tetap dapat dimanfaatkan oleh eksportir. Dana itu bisa digunakan untuk kebutuhan operasional di dalam negeri dengan syarat diubah terlebih dahulu ke dalam mata uang rupiah.
Pemerintah juga masih memberikan kelonggaran penggunaan dana dalam bentuk mata uang asing untuk empat kebutuhan spesifik, yaitu pembayaran kewajiban kepada negara, pembayaran kepada perusahaan induk, pengadaan barang impor, dan pembagian keuntungan atau dividen.
Namun, kebijakan ini juga disertai dengan sanksi yang tegas. Eksportir di lima sektor tersebut yang tidak mematuhi aturan ini dapat dikenai hukuman administrasi hingga penghentian izin ekspor mereka. (*)